Selasa, 29 Januari 2013

Menggali Spirit Ajaran Islam Sebagai Upaya untuk Membentuk Karakter Anak (Menuju Manusia yang Berwatak Profetik dan Berkarakter Ulul-Albab)



(Dedik F. Anwar)

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ (١٩٠) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (١٩١)
( Q. S. Al ‘Imron : 190 – 191 )

****
Akhir-akhir ini pendidikan karakter menjadi tema perbincangan menarik dikalangan praktisi pendidikan. Kondisi budaya masyarakat Indonesia yang semakin menggila memunculkan gagasan baru bahwa perlu adanya pendidikan karakter sejak usia dini. Wakil mendiknas, Fasli Jalal pernah mengungkapkan bahwa “ Kalau dilihat sampai saat ini, karakter harus menjadi nahkoda dalam pendidikan, hal ini dikarenakan pendidikan karakter dapat membentuk hati, pikiran, dan perilaku yang baik”.
Apa yang dikemukakan Fasli Jalal memang tidak berlebihan. Tidak bisa dipungkiri bahwa fakta kemerosotan moral kian mengkhawatirkan. Hal ini bisa kita saksikan di media elektronik maupun media cetak, betapa banyak perilaku-perilaku menyimpang yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, ada korupsi, pemerkosaan, tawuran antar pelajar, hilangnya budaya sopan santun, dan lain sebagainya, dikhawatirkan akan menciptakan generasi bangsa yang tidak berkualitas, baik dari aspek intelektualitas maupun moralitas.
Lebih mengkhawatirkan lagi bahwa budaya seperti diatas sudah menjangkiti para remaja. Terlebih dizaman modern seperti ini, zaman dimana budaya hedonisme dijadikan sebagai ideologi, materialistik menjadi hal yang diutamakan dan diperjuangkan mati-matian, individualisme menjadi ‘agama’ baru bagi para remaja, ditambah lagi remaja tidak lagi memiliki figur yang pantas untuk dijadikan idola. Tentu saja hal tersebut semakin membuat para remaja jadi salah arah dalam pencarian jati dirinya.