(Oleh : Dedik F Anwar)
Pendidikan
adalah sektor yang amat penting dan strategis dalam menciptakan SDM yang
berkualitas. Tanpa adanya system pendidikan yang bagus, impian untuk menjadi
bangsa yang berkualitas hanyalah impian fatamorgana yang sulit dicapai. Inilah
tugas berat yang harus diselesaikan oleh pemerintah, tokoh pendidikan atau
siapapun yang peduli dengan kondisi pendidikan nasional.
Pendidikan yang maju tidak bisa lepas dari
peran serta guru sebagai pemegang kunci keberhasilan. Guru sebagai salah satu
sub komponen input instrumental merupakan bagian dari sistem yang akan sangat
menentukan keberhasilan pendidikan. Ini berarti bahwa sukses tidaknya
pendidikan terletak pada mutu pengajaran, dan mutu pengajaran tergantung pada
mutu guru.
Sebagai suatu profesi, guru mempunyai tugas
dan tanggung jawab sebagai pengajar, pembimbing, dan administrator kelas.
Selain itu guru juga mempunyai tanggung jawab menyusun strategi pembelajaran
yang menarik dan yang disenangi siswa, yakni terencana dan cermat agar peserta
didik dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar, dan
tertarik untuk terus-menerus mempelajari pelajaran.
Di Yogyakarta sendiri banyak fakultas maupun jurusan
kependidikan yang berfungsi sebagai wadah pembentuk calon-calon ahli di bidang ilmu pendidikan umum maupun Islam dan
tenaga kependidikan profesional - yang memiliki
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional- dengan berbagai bidang
study, ada Pendidikan Agama Islam, Kependidikan Islam, pendidikan matematika,
pendidikan biologi, pendidikan fisika, pendidikan bahasa Inggris dan lain
sebagainya yangt ternyata masih banyak menyisakan berbagai persoalan dilematis.
Berbagai spesifikasi jurusan tersebut belakangan santer menjadi perdebatan.
Tidak mendalamnya spesifikasi ilmu yang dipelajari
sebagaimana asumsi masyarakat belakangan ini, membawa kegelisahan tersendiri. Kita
ambil contoh misalnya jurusan PAI, Isu bahwa lulusan PAI tidak memiliki spesifikasi
keahlian dalam bidang ilmu agama, membuat beberapa kalangan meragukan
kompetensi guru lulusan PAI dalam hal penguasaan ilmu.
Terlebih lagi, sekarang ini tidak sedikit alumni non
Kependidikan yang tertarik dan berminat menjadi guru. Idealnya, kualitas
penguasaan ilmu mereka lebih baik jika dibandingkan dengan guru lulusan Kependidikan
karena kajian keilmuan dalam perkuliahannya lebih fokus dan mendalam. Ini berbeda
dengan jurusan PAI, yang mencoba mempelajari berbagai disiplin ilmu, tapi sayangnya
hanya sebatas kulitnya saja yang dipelajari. Alhasil, para lulusan PAI bisa
dikatakan “ tahu banyak hal tapi tidak banyak tahu”.
Padahal,
berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
dosen, dikatakan bahwa salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh
Guru adalah kompetensi professional. Kompetensi profesional yang dimaksud dalam
hal ini adalah kemampuan Guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Untuk
melaksanakan ketentuan tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai usaha,
termasuk menerbitkan Undang-undang nomor 74 tahun 2008 tentang guru,
Undang-Undang Guru dan Dosen (UU RI Nomor 14/2005) dan berbagai peraturan
perundangan lainnya, yang melihat peranan strategis guru dan dosen dalam
peningkatan mutu pendidikan. Guru dipandang sebagai jabatan profesional dan
karena itu seorang guru harus disiapkan melalui pendidikan profesi.
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 bab II pasal 2 juga dijelaskan bahwa
Guru wajib memiliki Kualifikasi Akademik,
kompetensi, Sertifikat Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, dan salah satu cara
untuk mendapatkan sertifikat mengajar adalah dengan mengikuti Pendidikan
Profesi Guru. Ini semua adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan
profesionalitas guru guna mewujudkan pendidikan yang bermutu seperti yang telah
dicita- citakan selama ini.
Kemudian pada Pasal
4 ayat (2) dijelaskan bahwa untuk mengikuti pendidikan profesi guru, calon
guru minimal berkualifikasi S1/D IV, baik yang berasal dari perguruan tinggi
kependidikan maupun nonkependidikan.
Dari pasal diatas jelas bahwa siapapun yang mempunyai bakat dan
minat untuk menjadi guru profesional, baik yang memiliki background kependidikan
maupun non kependidikan wajib mengikuti pendidikan profesi. Ini berarti
bahwa seseorang yang tidak memiliki latar belakang kependidikan, mempunyai
peluang besar untuk menjadi guru. Dengan demikian, bagi sarjana pendidikan, gelar S.Pd maupun S. Pd. I bukan lagi
menjadi jaminan kompetensi calon guru dalam mengajar.
Kegelisahan
calon sarjana pendidikan akan semakin bertambah ketika merujuk pada pasal 7
ayat (2) PP NO.74/2008 yang menyatakan bahwa Bobot muatan belajar PPG (Pendidikan Profesi
Guru) disesuaikan dengan latar belakang pendidikan sebagai berikut: a. untuk
lulusan program S-1 atau D-IV kependidikan dititikberatkan pada penguatan
kompetensi profesional; dan b. untuk lulusan program S-1 atau D-IV
nonkependidikan dititikberatkan pada pengembangan kompetensi pedagogik.
Ini
berarti bahwa sarjana pendidikan yang mengikuti PPG kembali harus belajar
tentang materi kompetensi profesional sesuai dengan bidang studi yang
diampunya. Sedangkan bagi sarjana non kependidikan sudah dianggap profesional
dalam materi bidang studi yang diampunya, tinggal melanjutkannya dengan materi
pedagogik (keguruan) selama setahun.
Hal
tersebut memberikan makna secara implisit bahwa pemerintah melalui PP
No.74/2008 masih meragukan kualitas keilmuan alumni perguruan tinggi
kependidikan dengan gelar sarjana pendidikan yang disandangnya. Kompetensi
bidang studi yang telah dipelajari di kampus ternyata tidak lantas membuat
mereka dikatakan profesional. Ini berarti bahwa selama ini perguruan tinggi
kependidikan dinilai gagal melahirkan calon pendidik yang bermutu. Perguruan
tinggi yang mengelola program studi kependidikan telah kehilangan kepercayaan
dari pemerintah melalui produk sarjana pendidikannya.
Tentu saja ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi
calon guru yang mengambil jurusan kependidikan, mengingat siapapun dan dengan
berlatar belakang pendidikan apapun sama- sama berpeluang untuk menjadi guru,
asalkan memiliki kompetensi dibidang yang diampunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar