Minggu, 16 Desember 2012

PENGENDALIAN DAN HUKUM KONSUMSI TEMBAKAU


 (Oleh : Prof. Syamsul Anwar)

A. Latar Belakang Masalah
            Sekarang masalah konsumsi tembakau kian menadapat perhatian yang terus meningkat. Hal itu disebabkan oleh karena tembakau ditengarai sebagai produk berbahaya dan adiktif[1] dan konsumsinya adalah salah satu penyebab kematian yang harus segera ditanggulangi.
            Masyarakat dunia kini bergerak ke arah penanggulangan dampak tersebut. Ini ditunjukkan oleh telah ditandatanganinya Framework Convention on Tobacco Control oleh lebih dari 150 negara (kecuali Indonesia). Pada tingkat nasioanal di Indonesia telah diterbitkan Undang-Undang No. 36 Tentang Kesehatan. Di dalamnya antara lain dinyatakan bahwa tembakau merupakan zat adiktif (bahan yang menimbulkan kecanduan atau ketergantungan) [pasal 113 ayat (2)] dan ditetapkan pula kawasan tanpa asap rokok yang meliputi (a) fasilitas pelayanan kesehatan, (b) tempat proses belajar mengajar, (c) tempat anak bermain, (d) tempat ibadah, (e) angkutan umum, (f) tempat kerja, dan (g) tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Dalam undang-undang itu ditetapkan denda bagi pelanggarnya (yaitu maksimun Rp. 50.000.000) [pasal 115 dan 197].
            Seiring dengan perhatian yang terus meningkat terhadap masalah pengendalian tembakau di berbagai belahan dunia saat ini, maka peran serta agama dan para pemukanya perlu dimaksimalkan karena upaya pengendalian tembakau itu bertujuan untuk melindungi masyarakat dari mudarat yang ditimbulkan konsumsi tembakau dan ini sesuai dengan salah tujuan syariah, yaitu perlindungan yerhadap diri/jiwa manusia. Melihat belum adanya keseragaman fatwa mengenai konsumsi tembakau dan tercapainya kemajuan pesat dalam riset mengenai masalah ini, maka perlu diadakan kajian untuk menerbitkan fatwa baru tentang masalah konsumsi tembakau.
  
B. Masalah Konsumsi Tembakau
            Tembakau adalah suatu produk yang diproses dari daun pohon yang termasuk genus Nicotiana. Kata nicotiana, dan nicotine, dihubungkan sebagai suatu kehormatan kepada Jean Nicot, duta Perancis di Portugal, yang pada tahun 1559 mengirim tembakau ke istana Caterine de Medici untuk menjadi obat. Tembakau dapat dikonsumsi, dan pohonnya dapat digunakan untuk memperoleh sulfat nikotin yang digunakan dalam insektisida dan untuk memperoleh nicotine tartrate yang digunakan dalam beberapa obat.[2] Akan tetapi penggunaan untuk konsumsi dalam bentuk rokok merupakan 98 % dari pemanfaatan produk tembakau.[3]
            Konsumsi tembakau dikatakan dikenal pertama kali di kawasan Amerika di kalangan bangsa Indian. Kemudian diintrodusir ke Eropah pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol memperkenalkan tembakau kepada orang-orang Eropa pada tahun 1518.[4] Pada tahun 1556 Andre Thevet membawa benih tembakau dari Brazil ke Perancis. Pada tahun 1559, seperti di muka telah disinggung, duta Perancis di Lisabon, sembari menjelaskan kegunaan tembakau sebagai obat, mengirimkannya ke istana Perancis. Di Inggris, bibit tembakau diperkenalkan pada tahun 1565, tetapi merokok belum berkembang sampai pertengahan tahun 1570-an ketika Sir Walter Raleigh menjadikannya sebagai suatu gaya hidup di istana Inggris.[5] Akan tetapi hal itu bukannya tanpa tantangan. King James I berusaha untuk mengendalikan peredaran tembakau dan pada tahun 1603, ia mengeluarkan Counterblaste to Tobacco.[6] Di beberapa negara lain seperti Denmark, Swedia, Sisilia, Hongaria, pada abad ke-17 dikeluarkan undang-undang untuk melarang merokok.[7]
            Pada abad-abad berikutnya, walaupun ada resistensi, perdagangan tembakau kian marak sejalan dengan kian meningkatnya konsumsi tembakau. Hal ini seiring pula dengan berkembangnya suatu upaya untuk mencitrakan merokok sebagai suatu bentuk budaya baru yang melambangkan status sosial tinggi, tanda intelektualitas, kelelakian dan keperkasaan. Keadaan ini terus berlangsung hingga pada pertengahan abad ke-20 pada saat mana diakui bahwa sesungguhnya rokok adalah penyebab utama dari berbagai penyakit.
Kini rokok ditengarai sebagai produk berbahaya dan adiktif[8] serta mengandung 4000 zat kimia, di mana 69 di antaranya adalah karsinogenik (pencetus kanker).[9] Beberapa zat berbahaya di dalam rokok tersebut di antaranya tar, sianida, arsen, formalin, karbonmonoksida, dan nitrosamin.[10] Kalangan medis dan para akademisi telah menyepakati bahwa konsumsi tembakau adalah salah satu penyebab kematian yang harus segera ditanggulangi. Direktur Jendral WHO, Dr. Margaret Chan, melaporkan bahwa epidemi tembakau telah membunuh 5,4 juta orang pertahun lantaran kanker paru dan penyakit jantung serta lain-lain penyalit yang diakibatkan oleh merokok. Itu berarti bahwa satu kematian di dunia akibat rokok untuk setiap 5,8 detik. Apabila tindakan pengendalian yang tepat tidak dilakukan, diperkirakan 8 juta orang akan mengalami kematian setiap tahun akibat rokok menjelang tahun 2030.[11] Selama abad ke-20, 100 juta orang meninggal karena rokok, dan selama abad ke-21 diestimasikan bahwa sekitar 1 milyar nyawa akan melayang akibat rokok.[12]
            Dalam kaitan dengan kematian balita, maka data dari studi tentang orang tua merokok pada 360 ribu rumah tangga miskin di perkotaan dan pedesaan yang dilakukan di Indonesia tahun 2000-2003 menunjukkan bahwa kematian balita di lingkungan orang tua merokok lebih tinggi dibandingkan dengan orang tua tidak merokok baik di perkotaan maupun di pedesaan. Kematian balita dengan ayah perokok di perkotaan mencapai 8,1 % dan di pedesaan mencapai 10,9 % di pedesaan. Sementara kematian balita dengan ayah tidak merokok di perkotaan 6,6 % dan di pedesaan 7,6 %.[13] Resiko kematian populasi balita dari keluarga perokok berkisar antara 14 % di perkotaan dan 24 % di pedesaan. Dengan kata lain, 1 dari 5 kematian balita terkait dengan perilaku merokok orang tua. Dari angka kematian balita 162 ribu per tahun (Unicef 2006), maka 32.400 kematian dikontribusi oleh perilaku merokok orang tua.[14]
            Perilaku merokok mempunyai kaitan kuat dengan kemiskinan. Tiga dari rumah tangga empat keluarga di Indonesia mempunyai pengeluaran untuk membeli rokok. Adalah suatu fakta bahwa keluarga termiskin justeru mempunyai prevalensi merokok lebih tinggi daripada kelompok pendapatan terkaya. SUSENAS 2006 mencatat bahwa pengeluaran keluarga termiskin untuk membeli rokok mencapai 11,9 %, sementara keluarga terkaya pengeluaran rokoknya hanya 6,8 %. Pengeluaran keluarga termiskin untuk rokok sebesar 11,9 % itu menempati urutan kedua setelah pengeluaran untuk beras. Jumalah itu amat jauh lebih besar dari untuk membeli makanan bergizi. Pengeluaran untuk rokok itu 17 kali lipat pengeluaran untuk daging (0,7 %), 5 kali lipat pengeluaran untuk telur dan susu (2,3 %), hampir 2 kali lipat pengeluaran untuk ikan (6,8 %). Dikaitkan dengan pengeluaran non konsumsi, maka jumlah 11,9 % biaya rokok itu merupakan 15 kali lipat biaya pendidikan (0,8 %) dan 9 kali lipat biaya kesehatan (1,3 %).[15]
            Fakta ini memperlihatkan bahwa rokok pada keluarga miskin perokok menggeser kebutuhan makanan bergizi esensial bagi pertumbuhan balita. Ini artinya balita harus memikul risiko kurang gizi demi menyisihkan biaya untuk pembelian rokok yang beracun dan penyebab banyak penyakit mematikan itu. Apa ini bukan suatu kezaliman bagi balita? 
            Dikaitkan dengan aspek sosial-ekonomi tembakau, data menunjukkan bahwa peningkatan produksi rokok selama periode 1961-2001 sebanyak 7 kali lipat tidak sebanding dengan perluasan lahan tanaman tembakau yang konstan bahkan cenderung menurun 0,8 % tahun 2005. Ini artinya pemenuhan kebutuhan daun tembakau dilakukan melalui impor. Selisih nilai ekpor daun tembakau dengan imponya selalu negatif sejak tahun 1993 hingga tahun 2005.[16] Selama periode tahun 2001-2005, devisa terbuang untuk impor daun tembakau rata-rata US$ 35 juta.[17] Bagi petani tembakau yang menurut Deptan tahun 2005 berjumlah 684.000 orang, pekerjaan ini tidak begitu menjanjikan karena beberapa faktor. Mereka umum memilih pertanian tembakau karena faktor turun temurun. Tidak ada petani tembakau yang murni; mereka mempunyai usaha lain atau menanam tanaman lain di luar musim tembakau. Mereka tidak memiliki posisi tawar yang kuat menyangkut harga tembakau. Kenaikan harga tembakau tiga tahun terakhir tidak membawa dampak berarti kepada petani tembakau karena kenaikan itu diiringi dengan kenaikan biaya produksi. Pendidikan para buruh tani rendah, 69 % hanya tamat SD atau tidak bersekolah sama sekali, dan 58 % tinggal di rumah berlantai tanah. Sedang petani pengelola 64 % berpendidikan SD atau tidak bersekolah sama sekali dan 42 % masih tinggal di rumah berlantai tanah. Upah buruh tani tembakau di bawa Upah Minimum Kabupaten (UMK): Kendal 68 % UMK, Bojonegoro 78 % UMK, dan Lombok Timur 50 % UMK. Upah buruh tani tembakau termasuk yang terendah, perbulan Rp. 94.562, separuh upah petani tebu dan 30 % dari rata-rata upah nasional sebesar Rp. 287.716,- per bulan pada tahun tersebut. Oleh karena itu 2 dari 3 buruh tani tembakau menginginkan mencari pekerjaan lain, dan 64 % petani pengelola menginginkan hal yang sama.[18] Ini memerlukan upaya membantu petani pengelola dan buruh tani tembakau untuk melakukan alih usaha dari sektor tembakau ke usaha lain.
            Sejak tahun 2006 Departemen Pertanian telah mempunyai program pengurangan areal tembakau dengan menggantinga dengan komoditas lain seperti wijen, jarak kepyar dan kopi. Proyek percontohan dilakukan di Magelang, Wonosobo dan Nusa Tenggara barat. Tahun 2008, desa Ketep (Magelang) telah mendiri.[19]
            Peningkatan cukai tembakau di Indonesia dalam kenyataannya masih rendah. Dalam rangka mereduksi jumlah perokok, maka cukai tembakau perlu dimaksimalkan sampai batas yang dibenarkan oleh undang-undang, sehingga dapat meningkatkan penerimaan pemerintah. Hasil penerimaan itu dapat digunakan sebagiannya untuk membantu petani menciptakan lapangan kerja baru dan membantu diversifikasi atau pun juga alih usaha para petani tembakau.       
C. Pandangan Fukaha tentang Rokok
            Masalah tembakau dan rokok mulai direspons oleh para fukaha sejak awal abad ke-11 H. Dalam buku-buku fikih dikatakan bahwa tembakau dan rokok dimasukkan ke negeri-negeri Muslim pada tahun 1005 H (1596 M) dan sejak itu fukaha mulai merespons pemakaiannya dan penjualannya.[20] Respon paling awal terhadap tembakau dan rokok yang dapat kita ketahui hingga saat ini tampaknya terdapat dalam tulisan Ibr±h³m al-Laqq±n³ (w. 1041/1631) berjudul Na¡³¥at al-Ikhw±n bi Ijtin±b ad-Dukh±n [‘Nasihat untuk Handai Tolan Guna Menjauhi Rokok] yang ditulisnya tahun 1025/1616 dalam mana ia menyatakan merokok adalah haram. Kebanyakan respons awal terhadap rokok tampaknya lebih mengharamkan. Mu¥ammad Ibn ‘Allan al-Makk³ (w. 1057/1647) menulis dua buah buku untuk menegaskan keharaman rokok. Buku pertama berjudul I‘l±m al-Ikhw±n bi Ta¥r³m at-Tunb±k [‘Pemberitahuan kepada Kawan-kawan tentang Keharaman Tembakau’] dan buku kedua yang lebih singkat berjudul Tauj³h ªaw³ al-Idr±k bi ¦urmat Tan±wul at-Tunb±k [‘Petunjuk bagi Orang Berpikiran Waras tentang Keharaman Menghisap Tembakau’].[21] Ulama Hanafi al-¦a¡kaf³ (w. 1088/1677) menegaskan bahwa rokok (at-tutun) adalah haram berdasarkan hadis Ummu Salamah bahwa “Rasulullah saw melarang yang memabukkan dan yang melemahkan tubuh.”[22] Tembakau memiliki sifat melemahkan sehingga karena itu diharamkan.
            Al-Makk³ (w. 1367/1948)[23] dalam tulisannya Tah©³b al-Fur­q mengatakan bahwa di dalam ¦±syiyah Ibn ¦amd­n oleh Ibn ¦amd­n (w. 1273/1857) dinyatakan bahwa para ulama Islam di kawasan Barat dan kebanyakan ulama di kawasan Timur, seperti Syaikh as-Sanh­r³ dan muridnya Ibr±h³m al-Laqq±n³, menyatakan keharaman penggunaan rokok.[24] Sejak respons awal bergulir, kemudian ramai para fukaha memperbincangkan hukum rokok dan tembakau dengan berbagai pendapat berbeda. Ar-Ra¥³b±n³ (w. 1243/1827) menulis sebagai berikut,
Rokok muncul ke dunia Islam pada awal tahun 1000-an H …. Ketika rokok mulai berkembang luas, beberapa ulama mengharamkannya, sebagain lain memakruhkannya, beberapa menyatakan mubah, sementara ada pula yang bersikap diam. Di kalangan mazhab yang empat, terdapat ulama-ulama yang mengharamkan, memakruhkan, dan membolehkannya. Kebanyakan ulama Syafi‘iah dan Hanafiah membolehkannya atau memakruhkannya, dan sebagian lain mengharamkannya. Kebanyakan ulama Malikiah mengharamkannya dan sebagian saja yang memakruhkan. Demikian juga sahabat-sahabat kami (mazhab Hanbali), terutama dari Najd.[25]  
            Di luar mazhab empat para ulama juga berbeda pendapat. Ulama Syi’ah Mirza ¦asan asy-Sy³r±z³ dari Iran pada awal abad ke-20 mengeluarkan fatwa keharaman merokok dan konsumsi tembakau. Fatwa tersebut dipatuhi oleh masyarakat Iran sehingga mereka berhenti menggunakan dan menanamnya, meskipun saat itu bahan tersebut menjadi ekspor utama negerinya, seperti ekspor kapas di Mesir. Dampak dari fatwa tersebut adalah bahwa Pemerintah Iran saat itu membatalkan hak monopoli pengusahaan produksi tembakau di Iran yang dimiliki oleh sebuah maskapai Inggris dengan membayar ganti rugi kepada perusahaan tersebut sebesar 500.000 pound sterling.[26]
Imam asy-Syauk±n³ (w. 1255/1839), seorang ulama Zaidiah,  yang amat populer di lingkungan Mu¥ammadiyah menegaskan bahwa pohon yang oleh masyarakat disebut tembakau atau tutun tidak terdapat dalil yang mengharamkannya dan tidak termasuk jenis yang memabukkan atau beracun serta tidak menimbulkan bahaya (mudarat) baik secara ukhrawi maupun duniawi. Barang siapa mengklaim keharamannya harus menunjukkan dalil dan tidak cukup berdasarkan ‘katanya’.[27] Akan tetapi Al-Mub±rakf­r³ (w. 1353/1934), pensyarah Sunan at-Tirmi©³, mengoreksi pandangan asy-Syauk±n³ dengan menyatakan bahwa mamang betul bahwa pada asasnya segala sesuatu itu boleh, akan tetapi dengan syarat tidak menimbulkan bahaya (mudarat). Apabila menimbulkan mudarat, maka sama sekali tidak dibolehkan. Asy-Syauk±ni tidak mengetahui mudarat konsumsi tembakau dan rokok. Sesungguhnya amat jelas bahaya yang ditimbulkannya. Jadi pernyataan asy-Syauk±n³ bahwa bahan itu tidak membahayakan tidak benar. Menurut saya (al-Mub±rakf­r³) bahayanya tidak diragukan, dan itu menjadi alasan bahan tersebut tidak dibolehkan.[28]
            Pada masa kini kontroversi itu masih berlanjut. Akan tetapi fatwa kontemporer tampaknya cenderung mengharamkan. Dalam buku ¦ukm ad-D³n f³ ‘²dat at-Tadkh³n [‘Hukum Agama tentang Kebiasaan Merokok’] diuraikan secara panjang lebar bahaya dan mudarat yang ditimbulkan oleh kebiasaan merokok baik secara medis maupun sosial. Buku tersebut menyayangkan bahwa ada persepsi yang keliru tentang rokok. Yaitu anggapan bahwa merokok merupakan suatu bentuk budaya baru yang berkemajuan, lambang dari status sosial, intelektual, bahkan ada anggapan merokok merupakan tanda kelelakian dan keperkasaan, kekuatan dan kelincahan serta jiwa muda. Bahkan perempuan pun terhinggapi pula oleh pandangan keliru tersebut sehingga banyak pula di antara mereka yang ikut-ikut merokok atas nama prestise, kemajuan, derajat sosial. Mereka ini melupakan bahwa itu semua adalah anggapan sesat dan kebiasaan membahayakan baik pada tingkat individu maupun masyarakat. Bahkan merokok merupakan suatu perbuatan bunuh diri secara perlahan dan jalan menuju malapetaka. Pada hal Allah telah memperingatkan, “Jangan kamu menjatuhkan dirimu ke dalam malapetaka” [Q 2: 195].[29] 
            Penulis buku ¦ukm ad-D³n f³ al-Li¥yah wa at-Takh³n menyatakan padangan yang sama, yaitu bahwa merokok hukumnya adalah haram. Ia mengemukakan dalil-dalil berupakan pernyataan bahwa rokok termasuk barang yang tidak baik (khab±’i£) yang tidak dihalalkan Allah, termasuk pemborosan uang (tabzir), serta merupakan bahan berhaya yang membawa mudarat.[30] Fatwa Bin B±z dengan tegas menyatakan rokok termasuk haram dengan alasan merupakan barang yang banyak mengandung bahaya dan termasuk kategori al-khab±’i£ (barang buruk/kotor) yang dilarang di dalam al-Quran.[31]
            Mufti Negara Republik Arab Mesir tanggal 25 Jumadal Ula 1420 (5 September 1999) mengeluarkan fatwa tentang rokok yang menegaskan bahwa ilmu pada zaman sekarang telah membuktikan bahwa rokok menimbulkan bahaya pada kesehatan baik perokok maupun orang lain yang terkena paparan asap rokok. Rokok bertentangan dengan firman Allah yang melarang perbuatan bunuh diri dan menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan. Atas dasar itu maka rokok dinyatakan haram berdasarkan semua kriteria syariah.[32]  
            Kepala Majlis Tinggi Fatwa Suriah (Mufti Umum Suriah), Dr. Badrudd³n ¦as­n, tahun 2007 mengeluarkan fatwa yang sama (merokok haram). Dalam fatwanya setelah menguraikan secara panjnag lebar zat-zat berbahaya yang terkandung dalam rokok dan menjelaskan dampak buruknya terhadap kesehatan, ia menegaskan,
      Bahaya berangsur sama haramnya dengan bahaya seketika, seperti halnya racun yanag menimbulkan efek lambat sama haramnya dengan racun yang berefek cepat, dan telah dimaklumi bahwa perbuatan bunuh diri dengan kedua macamnya, secara perlahan dan seketika, adalah diharamkan dan orang merokok melakukan bunuh diri secara perlahan. Oleh karena itu kami memfatwakan bahwa merokok adalah haram. Fatwa-fatwa yang memakruhkan atau memubahkan hanya sesuai dengan zaman lampau di mana belum banyak terungkap bahaya merokok bagi kesehatan.   
            Dalil-dalil yang dikutip Mufti ¦as­n adalah:
1)      Q. 2: 195, “Janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan,”
2)      Q. 4: 29, “Jangan kamu membunuh dirimu sendiri…”
3)      Q. 7: 157, “… dan (Nabi saw) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk (khb±’i£) … … …
Beliau menafsirkan khab±’i£ sebagai segala sesuatu yang menimbulkan bahaya (mudarat) kepada manusia baik pada fisiknya, jiwanya, maupun akalnya. Beliau juga menguti sejumlah hadis di antaranya hadis yang melarang suatu yang menimbulkan bahaya dan mudarat.[33]
            Y­suf al-Qara«±w³ (lahir 1926), salah seorang ulama kontemporer yang masyhur, menyatakan dengan tegas keharaman merokok. Ia menguraikan secara panjang lebar berbagai pendapat ulama baik yang mengharamkan, memakruhkan, dan memubahkan. Kemudian ia menutup uraiannya dengan memperkuat pendapat yang menharamkan. Ia mengatakan, “Perlu saya kemukakan bahwa para fukaha telah menegaskan bahwa bahaya («arar) yang datang secara bertahap sama hukumnya dengan bahaya («arar) yang datang seketika, keduanya adalah haram. Oleh karena itu pengaruh racun rokok terhadap jantung dan paru cepat atau lambat, tidak ragu lagi dihukumi haram.”[34]
Di samping banyak fatwa kontemporer yang mengharamkan, ada juga yang membolehkan (tidak mengharamkan). Termasuk yang tidak mengharamkan rokok adalah fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dikeluarkan tahun 2007 dan dimuat dalam Suara Muhammadiyah.[35] Inti fatwa tersebut adalah bahwa hukum merokok mubah, sekalipun demikian menjauhinya adalah lebih baik daripada melakukannya.
            Bila diamati berbagai argumen fatwa yang membolehkan itu umumnya adalah karena belum dapat membuktikan bahaya yang ditimbulkan oleh rokok, seperti Imam asy-Syauk±n³ yang telah dikutip di muka yang melihat tidak ada bahaya yang menjadi sebab keharamannya. Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid juga cenderung demikian. Meskipun ada kesan terdapat bahaya dalam rokok, namun perumus fatwa belum dapat mencermatinya secara lebih mendalam dan tidak sempat mempelajari berbagai hasil penelitian dampak tembakau terhadap kesehatan. Oleh karena itu dapat difahami mengapa Majelis ini tidak mengharamkannya.
D. Hukum Merokok
            Kini argumen-argumen yang membolehkan merokok tampaknya tidak lagi dapat dipegangi karena telah menjadi keyakinan luas dan dibuktikan oleh ahli-ahli medis bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan pelaku sendiri dan bagi orang lain di sekitarnya yang terkena paparan asap rokok. Oleh karena itu Majelis Tarjih dan Tajdid harus merivisi fatwanya dengan menggali lebih dalam illat hukum di sekitar rokok itu.
           
Argumen syar’i atas keharaman rokok dapat dikemukakan meliputi argumen ijtihad bayani dan argumen ijtihad ta’lili. Argumen bayani adalah sebagai berikut:
1.      Larangan membunuh diri sendiri dalam an-Nisa’ ayat 29, “Jangan kamu membunuh dirimu sendiri…” merokok seperti dikutip dalam buku ¦ukm ad-D³n f³ ‘²dat at-Tadkh³n di  atas merupakan bunuh diri secara perlahan, dan ini dapat dimasukkan ke dalam peringatan ayat ini. Juga dapat dimasukkan ke dalam peringatan  Q 2: 195, “Janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan.” Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam pernyataannya, Rabu (09/12/2009), menyatakan, setiap tahunnya 5,4 juta orang meninggal akibat rokok. Angka ini akan terus bertambah bila pemimpin negara belum punya kemauan melindungi rakyatnya dari bahaya rokok. Dalam laporan terbaru mengenai penggunaan dan pengendalian tembakau, PBB mengatakan, hampir 95 persen dari populasi global tidak terlindungi oleh Undang-Undang Pelarangan Rokok. WHO juga menyebutkan, lebih dari 600.000 perokok pasif meninggal tiap tahunnya.[36]
2.      Larangan menimbulkan mudarat atau bahaya pada diri sendiri dan pada orang lain dalam hadis riwayat Ibn M±jah, “Tidak ada bahaya bagi diri sendiri dan terhadap orang lain[l± «arara wa l± «ir±r]. Rokok telah dibuktikan menjadi sumber sejumlah penyakit yang membahayakan diri sendiri dan juga membahayakan orang lain yang terkena paparan asap rokok. Menurut Menkes rokok/tembakau dapat menyebabkan berbagai penyakit tidak menular seperti jantung dan gangguan pembuluh darah, stroke, kanker paru, dan kanker mulut. Di samping itu, rokok juga menyebabkan penurunan kesuburan, peningkatan insidens hamil di luar kandungan, pertumbuhan janin (fisik dan IQ) yang melambat, kejang pada kehamilan, gangguan imunitas bayi dan peningkatan kematian perinatal. Rokok mengandung lebih dari empat ribu bahan kimia, termasuk 43 bahan penyebab kanker yang telah diketahui, sehingga lingkungan yang terpapar dengan asap tembakau juga dapat menyebabkan bahaya kesehatan yang serius.[37]        
3.      Apabila rokok merupakan hal yang menimbulkan mudarat sebagaimana dikemukakan di atas, maka pembelanjaan uang untuk kepentingan rokok adalah suatu kemubaziran yang dilarang di dalam agama Islam sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah, “dan janganlah menghambur-hamburkan hartamu secara boros, karena sesungguh para pemboros adalah saudara-saudara setan, dan setan itu sangat ingkar pada Tuhannya” [Q 17: 26-27].
            Adapun argumen ta’lili (kausasi) adalah bahwa konsumsi rokok bertentangan dengan beberapa butir tujuan syariah (maq±¡id asy-syar³‘ah).
1.      Perlindungan diri (¥if§ an-nafs). Syariah bertujuan memberikan perlindungan terhadap diri manusia termasuk sisi kesehatannya. Oleh akrena itu segala hal yang membahayakan dan menimbulkan dampak buruk harus dijauhi karena bertentangan dengan tujuan syariah (maq±¡id asy-syar³‘ah). Rokok jelas merupakan perbuatan yang merusak kesehatan karena rokok selain bersifat adiktif, juga mengandung sejumlah zat berbahaya dan merupakan penyebab berbagai penyakit. Oleh karena itu bertentangan dengan tujuan syariah.
2.      Perlindungan keluarga (¥if§ an-nasl). Rokok, khususnya dalam keluarga, tidak mampu telah menyebabkan penggeseran pengeluaran untuk makanan bergizi terutama bagi balita demi memenuhi kebutuhan rokok oarang tua (ayah) dan paparan asap rokok akan mengenai seluruh anggota keluarga bersangkutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kematian bayi dan balita di lingkungan kelurga perokok, seperti telah dikemukakan terdahulu, lebih tinggi dari keluarga tidak merokok.
3.      Perlindungan harta (¥if§ al-m±l). Karena rokok adalah zat membahayakan, maka pengeluaran untuk rokok merupakan pemborosan dan termasuk ke dalam larangan ayat yang melarang perbuatan mubazir. Dari segi ekonomi, pertanian tembakau sekarang tidak lagi begitu menjajikan bagi petani tembakau dan banyak dari mereka ingin beralih kepada pekerjaan atau usaha lain yang lebih menyejahterakan. Upah buruh tani tembakau merupakan upah terendah serta berada di bawah UMK.
            Dalam konteks ini perlu diperhatikan pertama, bahwa setiap orang dalam rangka lebih menepati ajaran agama yang secara tegas melarang segala yang mudarat dan menghendaki perwujudan maslahat agar melakukan upaya untuk mulai berupaya menghentikan kebiasaan merokok. Untuk itu pusat-pusat kesehatan diharapkan dapat menyediakan fasilitas atau klinik untuk terapi bagi mereka yang hendak berhenti merokok. iKedua, pada sisi lain mengingat cukup tingginya minat para petani untuk beralih kepada pertanian lain yang lebih menjanjikan daripada pertanian tembakau harus dilakukan pembimbingan dan bantuan ketrampilan dan peluang usaha.
            Akhir kata, dunia telah bergerak kepada upaya pengendalian rorok dengan mengingat dampak yang ditimbulkannya. Dalam Preamble dari dokumen Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di antara pertimbangan-pertimbangan yang dijadikan landasan penyusunan dokumen itu antara lain adalah bahwa bukti-bukti ilmiah telah menunjukkan bahwa konsumsi tembakau dan paparan asap rokok merupakan penyebab kematian, penyakit dan kelumpuhan yang kesemuanya menuntut kerjasama internasional dan partisipasi semua negara untuk menanggulangi dampakn tembakau.[38] Apa yang diserukan Badan PBB tersebut tidaklah bertentangan bahkan sebaliknya sesuai dengan pemahaman yang tepat terhadap ajaran Islam. Oleh karena itu umat Islam perlu meningkatkan kesadaran dalam kaitan ini dan menjadikan upaya penanggulangan dampak tembakau ini sebagai bagian dari amar makruf nahi mungkar.


· Makalah disampaikan pada Halaqah Fikih Pengendalian Tembakau di PDM Kota Yogyakarta, 21 Rabiul Awal 1431 H / 07 Maret 2010 M.
[1] Sampoerna-Philip Morris bahkan telah mengakui hal ini dan menyatakan, “Kami menyetujui konsensus kalangan medis dan ilmiah bahwa merokok menimbulkan kanker paru-paru, penyakit jantung, sesak nafas, dan penyakit serius lain terhadap perokok. Para perokok memiliki kemungkinan lebih besar untuk terkena penyakit serius seperti kanker paru-paru daripada bukan perokok. Tidak ada rokok yang “aman.” Inilah pesan yang disampaikan lembaga kesehatan masyarakat di Indonesia dan di seluruh dunia. Para perokok maupun calon perokok harus mempertimbangkan pendapat tersebut dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan merokok,”  http://www.sampoerna.com/default. asp?Language=Bahasa&Page=smoking&searWords=  (diakses 25-01-2010).
[2] “Tobacco,” http://en.wikipedia.org/wiki/Tobacco, akses 25-01-2010.
[3] Departemen Kesehatan, Fakta Tembakau Indonesia: Data Empiris untuk Strategi Nasional Penanggulangan Masalah Tembakau, 2004.
[5] Gregory Austin, “Chronology of Psychoactive Substance Use,” http://www.tc.columbia.edu/ centers/cifas/drugsandsociety/background/chronologydruguse.html.  
[6] Ibid.
[7] Al-¦alab³, ¦ukm ad- D³n f³ al-Li¥yah wa at-Tadkh³n, http://www.ctsu.ox.ac.uk/~ btobacco/SMK_All_PAGES.pdf
[8] Sampoerna-Philip Morris bahkan telah mengakui hal ini dan menyatakan, “Kami menyetujui konsensus kalangan medis dan ilmiah bahwa merokok menimbulkan kanker paru-paru, penyakit jantung, sesak nafas, dan penyakit serius lain terhadap perokok. Para perokok memiliki kemungkinan lebih besar untuk terkena penyakit serius seperti kanker paru-paru daripada bukan perokok. Tidak ada rokok yang “aman.” Inilah pesan yang disampaikan lembaga kesehatan masyarakat di Indonesia dan di seluruh dunia. Para perokok maupun calon perokok harus mempertimbangkan pendapat tersebut dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan merokok,”  http://www.sampoerna.com/default. asp?Language=Bahasa&Page=smoking&searWords=  (diakses 25-01-2010).
[9] Dikutip dari “Fakta Tembakau di Indonesia,” TCST-IAKMI Fact Sheet, h. 1.
[10] Ibid.
[11] WHO Report on the Global Tobacco Epidemic, 2008: The MPOWER Package (Geneva: World Health Organization, 2008), h. 7.
[12] Ibid.
[13] Richard D. Semba dkk., “Paternal Smooking and Increased Risk and Infant and Under-5 Child Mortality in Indonesia,” American Iournal Of public Health, Oktober 2008, sebagaimana dikutip dalam “Fakta Tembakau di Indonesia,” TCST-IAKMI Fact Sheet, h. 2.
[14] Ibid.
[15] “Konsumsi Rokok dan Balita Kurang Gizi,” TCST-IAKMI Fact Sheet, h. 4.
[16] Deptan, Statistik Pertanian, Jakarta, 2005, sebagaimana dikutip dalam “Fakta Tembakau di Indonesia,” TCST-IAKMI Fact Sheet, h. 3.
[17] Ibid.
[18] “Petani Tembakau di Indonesia,” TCST-IAKMI Fact Sheet, h. 1-3.
[19] Ibid., h. 3.
[20]Al-Makk³, Tah©³b al-Fur­q wa al-Qaw±‘³d as-Sunniyyah f³ al-Asr±r al-Fiqhiyyah, dicetak bersama al-Qar±f³, al-Fur­q wa Anw±r al-Bur­q f³ Anw±’ al-Fur­q (Beirut: D±r al-Kutub al-Ilmiyyah, 1418/1919), I: 376.
[21] Al-Qas¯an¯³n³, Kasyf a§-¨un­n (Beirut: ¬ar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1413/1992), I: 486; al-Mu¥ibb³, Khul±¡at al-A£ar f³ A‘y±n al-Qarn al-¦±d³ ‘Asyar (Beirut: D±r ¢±dir, t.t.), IV: 187.
[22] Ibn ‘’²bid³n, Radd al-Mu¥t±r ‘al± ad-Durr al-Mukht±r Syar¥ Tanw³r al-Ab¡±r (Riyad: D±r ‘²lam al-Kutub, 1423/2003), X: 42-43.
[23] Nama lengkapnya Mu¥ammad ‘Al³ Ibn ¦usain al-Makk³, seorang ulama Mekah bermazhab Maliki asal Maroko yang terkemuka di zamannya, lahir di kota mulia tersebut tahun 1387 H (1870 M), menjabat berbagai jabatan penting seperti hakim Pengandilan Tinggi, anggota Majlis Syura Khilafah dan beberapa lainnya, pernah bermukim dua kali di Indonesia, pertama tahun 1343-4/1924-5  selama 18 bulan dan tahun  1345/1926 selama enam bulan. Meninggal tahun 1367/1948.
[24] Al-Makk³, Tah©³b al-Fur­q, I: 376.
[25] Ar-Ra¥³b±n³, Ma¯±lib ®l³ an-Nuh± f³ Syar¥ G±yat al-Muntah± (Damaskus: al-maktab al-Isl±m³, 1961), VI: 218.
[26] Demikian diceritakan oleh Mu¥ammad Rasy³d Ri«± dalam bukunya al-Khil±fah (Mesir: az-Zahr±’ li al-I‘l±m al’Arab³, t.t.), h. 68.
[27] Dikutip oleh al-Mub±rakf­r³, Tu¥fat al-A¥wa©³ (Beirut: D±r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.), V: 324.
[28] Ibid.
[29] ¦ukm ad-D³n f³ ‘²dat at-Tadkh³n (al-Maktabah asy-Sy±milah, edisi 2), h. 12.
[30] Al-¦alab³, ¦ukm ad-D³n f³ al-Li¥yah wa at-Tadkh³n (Amman, Yordania: al-Maktabah al-Isl±miyyah, 1405 H), h.39-44. 
[31] Bin B±z, Fat±w± Ibn B±z  (al-Maktabah asy-Sy±milah, edisi 2), VIII: 83.
[32] http://www.waraqat.net/539/ .
[33] “Fatwa Ra’³s al-Majlis al-A‘l± li al-Ift±’ bi Suriyyah ¦aula at-Tadkh³n,” http://www. medislam.com/content/view/1402, 05-03-2010.
[34] Y­suf al-Qara«±w³, Fatwa-Fatwa Kontempore, alih bahasa (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), II: 830-831.
[35] Suara Muhammadiyah, No. 08 h. Ke-92/ 15-30 April 2007, h. 39-40.
[36] “WHO: Rokok Membunuh 5 Juta Orang Tiap Tahun,” Kompas. Com, <http://kesehatan. kompas.com/read/xml/2009/12/10/10222990/who.rokok.membunuh.5.juta.orang.tiap.tahun>, akses 12-12-2009.
[38] Lihat Preamble dari “WHO Framework Convention on Tobacco Control,” <http://www. who.int/fctc/en/> 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar